Selasa, 20 Desember 2022

Peran Kader TPK (Tim Pendamping Keluarga) Dalam Pencegahan Stunting

 "

Dalam kerangka pembangunan kualitas sumber daya manusia, permasalahan stunting yang merupakan salah satu bagian dari double burden malnutrition (DBM) mempunyai dampak yang sangat merugikan baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi produktivitas ekonomi dan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Stunting memiliki dampak terhadap perkembangan anak, dalam jangka pendek, stunting terkait dengan perkembangan sel otak yang akhirnya akan menyebabkan tingkat kecerdasan menjadi tidak optimal. Hal ini berarti bahwa kemampuan kognitif anak dalam jangka panjang akan lebih rendah dan akhirnya menurunkan produktifitas dan menghambat pertumbuhan ekonomi."

Saat ini, prevalensi stunting dari tahun ke tahun cenderung fluktuatif, meningkat dari 35,6 persen di tahun 2007, 36,8 persen di tahun 2010, 37,2 persen di tahun 2013 dan mulai menurun menjadi 30,8 persen di tahun 2018 serta kembali turun menjadi 27,7 persen pada tahun 2019. Namun demikian, disparitas yang lebar antar provinsi serta rerata penurunan yang masih cukup lambat merupakan tantangan dalam kerangka percepatan penurunan stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting salah satu prioritas kegiatan yang termuat dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) adalah pelaksanaan pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin/calon Pasangan Usia Subur (PUS) dan surveilans keluarga berisiko stunting. Di sinilah peran Tim Pendamping Keluarga sangat dibutuhkan.

Tim Pendamping Keluarga

Tim Pendamping Keluarga merupakan sekelompok tenaga yang dibentuk dan terdiri dari Bidan, Kader TP PKK dan Kader KB untuk melaksanakan pendampingan meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial kepada calon pengantin/calon pasangan usia subur, ibu hamil, ibu pasca persalinan, anak usia 0-59 bulan serta melakukan surveilans keluarga berisiko stunting untuk mendeteksi dini faktor-faktor risiko stunting. Dalam berbagai kondisi, komposisi tim pendamping keluarga dapat disesuaikan melalui bekerjasama dengan Bidan dari Desa/Kelurahan lainnya atau melibatkan perawat atau tenaga kesehatan lainnya

Tugas pokok dari Tim Pendamping Keluarga adalah melakukan pendampingan terhadap keluarga yang memiliki kerawanan terhadap stunting. Pendampingan Keluarga sendiri dimaknai sebagai  serangkaian kegiatan yang meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi pemberiaan bantuan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan akses informasi dan pelayanan kepada keluarga dan/atau keluarga beresiko stunting seperti ibu hamil, ibu pasca persalinan, anak usia 0 – 59 bulan, serta semua calon pengantin/calon pasangan usia subur melalui pendampingan 3 (tiga) bulan pranikah sebagai bagian dari pelayanan nikah untuk deteksi dini faktor risiko stunting dan melakukan upaya meminimalisir atau pencegahan pengaruh dari faktor risiko stunting.

Selain itu ada tugas khusus yang harus dilakukan oleh Tim Pendamping Keluarga, yakni: (1) Melakukan skrining 3 bulan pra nikah kepada catin untuk mengetahui factor resiko stunting, dalam upaya menghilangkan factor resiko tersebut, (2) Melakukan pendampingan kepada semua bumil dengan melakukan pemantauan/pemeriksaan kehamilan secara berkala, melakukan KIE KB pasca salin dan melakukan rujukan bila diperlukan.

Agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya, idealnya karakteristik anggota Tim Pendamping Keluarga adalah sebagai berikut:

Pertama, . Bidan, dengan kriteria: a. minimal memiliki Ijazah pendidikan bidan; b. memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik; c. memiliki kemampuan menggunakan gadget.

Kedua, Kader/Pengurus TP PKK Tingkat Desa/Kelurahan, dengan kriteria: a. memiliki SK atau Surat Tugas sebagai pengurus atau anggota PKK; b. berdomisili di desa yang bersangkutan; c. memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik; d. memiliki kemampuan menggunakan gadget.

Ketiga, Kader KB, dengan kriteria: a. merupakan PPKBD/Sub PPKBD/Kader Poktan/Tenaga Penggerak Desa/Kader KB di Desa/Kelurahan; b. memiliki SK atau Surat Tugas sebagai pengurus atau anggota IMP/kader KB; c. berdomisili di desa yang bersangkutan; d. memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik; e. memiliki kemampuan menggunakan gadget. Komposisi dan kriteria di atas bersifat tidak mengikat dan dapat disesuaikan dengan kondisi tenaga yang ada dimasing-masing daerah tanpa mengurangi esensi arah kebijakan dan strategi dari pelaksanaan pendampingan keluarga dalam upaya percepatan penurunan stunting di Desa/Kelurahan.

Mekanisme dan Langkah Kerja

Mekanisme Kerja Tim Pendamping Keluarga secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:

Pertama,. Tugas Utama Tim Pendamping Keluarga melaksanakan pendampingan yang meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial dan survailance kepada keluarga termasuk Calon Pengantin/Calon Pasangan Usia Subur dan/atau keluarga berisiko stunting serta melakukan surveilans kepada sasaran prioritas untuk mendeteksi dini faktor risiko stunting.

Kedua, Peranan Dalam rangka memperkuat pelaksanaan tugas pendampingan keluarga, setiap tenaga dalam Tim Pendamping Keluarga memiliki pembagian peranan, yaitu : a.Bidan sebagai koordinator pendampingan keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan. b.Kader/Pengurus TP PKK Tingkat Desa/Kelurahan sebagai penggerak dan fasilitator (mediator) pelayanan-pelayanan bagi keluarga. c.Kader KB sebagai pencatat dan pelapor data/perkembangan pelaksanaan pendampingan keluarga dan/atau kelompok sasaran.

Ada tiga langkah kerja yang harus dilalui oleh Tim Pendamping Keluarga agar hasilnya optimal. Kelima langkah kerja tersebut adalah sebagai berikut:

Langkah pertama: koordinasi Tim Pendamping Keluarga berkoordinasi dengan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) sekaitan dengan rencana kerja, sumber daya, pemecahan kendala pelaksanaan pendampingan keluarga di lapangan.

Langkah kedua: pelaksanaan penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial Pelaksanaan pendampingan yang meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial kepada sasaran prioritas percepatan penurunan Stunting sesuai dengan kebutuhan mereka dalam kerangka percepatan penurunan Stunting.

Langkah ketiga: pencatatan dan pelaporan Tim pendamping keluarga melakukan pencatatan dan pelaporan hasil pendampingan dan pemantauan keluarga berisiko Stunting sebagai bahan pertimbangan pengambilan tindakan yang dibutuhkan dalam upaya percepatan penurunan Stunting. Pencatatan dan pelaporan dilakukan melalui sistem aplikasi dan/atau manual

 

Tugas Pendampingan

Diharapkan, Tim pendamping keluarga ini dapat melakukan pendampingan keluarga secara berkelanjutan mulai dari calon pengantin, Pasangan Usia Subur, masa kehamilan, masa nifas dan kepada bayi baru lahir 0 – 59 bulan.

Pada calon pengantin dilakukan skrining kelayakan menikah 3 bulan sebelum hari H (variabel: Umur, Tinggi Badan, Berat Badan, Lingkar Lengan Atas/LiLA) terdiri 2 kategori: Lolos skrining berarti layak menikah. Tidak lolos skrining perlu pendampingan ketat. Jika tidak lolos skrining, diberi waktu koreksi selama 3 bulan, laporkan hasil akhir (terkoreksi atau belum).

Pada Pasangan Usia Subur (PUS) dilakukan skrining kelayakan calon ibu hamil, terdiri dari 2 kategori: Calon ibu hamil sehat (berasal dari yang lolos skrining dan yang terkoreksi). Calon ibu hamil dengan penyulit (berasal dari yang belum terkoreksi). Selain itu Tim Pendamping Keluarga juga melakukan pendampingan dan memberikan pelayanan kontrasepsi untuk menunda kehamilan (pil atau kondom). Pada masa kehamilan dilakukan pendampingan pada semua ibu hamil dengan melakukan skrining awal (variabel: risiko 4T, Hb, status gizi KEK/Obes berdasar Indeks Massa Tubuh (IMT) dan atau LiLA serta penyakit penyerta), terdiri dari 3 kategori: Kehamilan Sehat, Kehamilan Patologis (penyakit penyerta) dan Kehamilan Risiko Stunting (spesifik: anemia, KEK, 4T). Dilakukan pendampingan ketat pada kehamilan Risiko Stunting dan Kehamilan Patologis, masif 8-10 kali selama kehamilan, terintegrasi dengan Tim ANC Puskesmas/Tk. Kecamatan. Pendampingan juga dilakukan pada kehamilan sehat, dengan intensitas 6-8 kali, terintegrasi dengan Tim ANC Puskesmas/Tk. Kecamatan  Pendampingan ketat harus dilakukan pada janin terindikasi Risiko Stunting, terdiri dari 2 kategori: Janin Sehat dan Janin Risiko Stunting (variabel: TBJ tidak sesuai usia kehamilan (PJT), gemelli). Diperlukan deteksi dini setiap penyulit. Jangan sampai terlambat mendiagnosa dan terlambat merujuk yang akhirnya membuat terlambat dalam penanganannya (menekan AKI dan AKB).

Pada Ibu Masa Nifas, TPK harus memastikan KB pasca persalinan, ASI eksklusif, imunisasi, asupan cukup gizi ibu menyusui, serta tidak ada komplikasi masa nifas. Pastikan kunjungan Postnatal Care (PNC).


Pada balita 0 - 59 bulan dilakukan upaya sebagai berikut; (1) Usia 0-23 bulan Skrining awal bayi baru lahir (variabel: BB, PB, ASI Eksklusif, MPASI, Imunisasi Dasar Lengkap, penyakit kronis; ISPA, kecacingan, diare, berat badan dan tinggi badan sesuai usia, perkembangan sesuai usia), terdiri dari 2 kategori:  Bayi Lahir Sehat (kondisi normal)  dan Bayi Lahir Risiko Stunting (BBLR, Premature, PB kurang dari 48 cm, tidak mendapatkan ASI Eksklusif, tidak mendapatkan MPASI, tidak mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap, mengalami sakit kronis : ISPA, kecacingan, diare, mengalami gizi kurang, mengalami gizi buruk, berat badan dan tinggi badan tidak sesuai usia, perkembangan tidak sesuai usia). (2) Dilakukan pendampingan baduta sampai usia 23 bulan.

Pada Usia 24-59 bulan, Tim Pendamping Keluarga harus memastikan bahwa balita dalam kondisi sehat (normal) atau balita tidak sehat; mengalami sakit kronis : ISPA, kecacingan, diare, mengalami gizi kurang, mengalami gizi buruk, berat badan dan tinggi badan tidak sesuai usia, perkembangan tidak sesuai usia. Hal ini terkait dengan upaya penanganannya. Selain itu Tim Pendamping Keluarga juga melakukan pendampingan balita sampai usia 59 bulan.

Mengingat begitu besarnya tugas dan tanggung jawab Tim Pendamping Keluarga dalam rangka percepatan penurunan stunting di Indonesia, sudah selayaknya kita memberikan dukungan sepenuhnya agar tim ini dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Setidaknya kita memberikan dukungan dan semangat agar mereka siap menghadapi tantangan dan hambatan yang menghadang.



Selasa, 21 Juni 2022

7 Dimensi Lansia Tangguh mencetak Lansia Mandiri, Produktif dan Bahagia

 Dalam upaya mendukung peran Lansia di keluarga dan masyarakat ada upaya agar kita paham dengan 7 dimensi Lansia Tangguh. Siapa sajakah yang harus paham tentang hal tersebut, utamanya adalah keluarga lansia dan lansia itu sendiri. Karena dari merekalah maka upya menciptakan lansia tangguh dapat dilaksanakan.

Dimensi apa sajakah yang dapat mendukung terciptanya lansia Tangguh?

1. DIMENSI FISIK

Pada dimensi fisik ini lansia dan keluarga harus paham, bahwa terjadi kemunduran secara fisik pada diri lansia. Adapun ciri cirinya adalah :penurunan jumlah sel otak, penurunan membau dan sensasi, kulit berkerut,beruban, penglihatan dan pendengaran menurun, fungsi tulang, sendi dan otot mulai terganggu, mulai ompong,gerakan melambat,cepat lelah, suka kencing dan BAB, daya tahan tubuh menurun atau mudah sakit.

Penyakit yang mulai muncul pada lansia:hipertensi,stroke,jantung,DM, paru paru,infekdi saluran kemih, masalah gizi dan gangguan jiwa seperti depresi, demensia (pikun) , insomnis dan kecemasan)

Oleh karena itu bagi lansia perlu untuk memelihara kesehatannya dengan berolahraga ringan seperti: jalan kaki,bersepeda, makan makanan sehat, cukup tidur, latihan pernafasan,hindari asupan alkohol dan rokok, periksa kesehatan rutin dan melakukan perawatan kesehatan lansia

2. DIMENSI SPIRITUAL

Dimensi agama atau spiritual ini penting untuk memberikan rasa tenang dan nyaman secara batiniah,menigkatkan kepasrahan ,tawakal dan kesabaran dalam berhubungan dengan Tuhan,manusia dan alam.

Kegiatan untuk mendukungkeyakinan dan keimanan lansia ini dapat dilakukan dengan melakukan bimbigan ibadah secara benar,istiqomah, membaca kitab suci, melakukan kegiatan sosial, bakti sosial danegiatan bermanfaat lainnyan.

3. DIMENSI EMOSIONAL

Permasalahan yang sering dihadapi lansia secara psikhologis adalah:cemas/akut, mudah tersinggung,kesepian, hilangnya kepercayaan diri, bermimpi masa lampau,egois,dan aspek biologis.

Oleh karenaitukomunikasi aktifi keluarga pada lansianya perlu untuk terus diterapkan, dan lansia sendiri harus mencobauntuk melatih emosionalnya denganbanyak berhubungan denga orang lain, antusias, memberirespon positif terhadap lingkungan.

Adapun upaya untuk menghadapikesepian dengan berupaya membuat agar dirinya bermanfaat, membuka diri untuk bergaul, melaksanakan ibadah dengan tekun bersosialisasi dengan orang lain. Adapun pihakkeluarga bisamendukung dengan meluangkan waktu bagi lansianya,meningkatkan perhatia yang tulus dan aman,menciptakan suasana yang menyenangkan.

4. DIMENSI SOSIAL KEMASYARAKATAN

Kegiatan yang bisa dilakukan lansia dalam masyarakat adalah bidang keagamaan, hari besar Nasional,gotong royog, bakti sosial dan ikut kegiatan BKL,usaha ekonomi (UPPKA), penyaluran hobby,diskususi yang bermanfaat, berbagi pengalaman, bisa menjadipendamping sosial, orang tua asuh untuk bersedekah.

5. DIMENSI INTELEKTUAL

Intelektual pada lansia itu adalah kemampuan lansia dalam menerima informasi,memahaminya,menyimpannya,serta kemampuan mengamalkan dalam kehidupan sehari hari.karena apabila fungsi intelektual lansia menurun akan berakibat : gangguan persepsi sehingga mudah sepi,marah,tersinggung dan mengeluh. Penurunan konsentrasi,gangguan kounikasi danbahasa, menurunnya daya ingat

6. DIMENSI LINGKUNGAN

Dalam dimensi lingkungan ini berhubungan dengan lingkungan aktivitas, yang muda dan terjangkau bagi lansia sendiri. Kemudahan dari lingkungan ini adalahsegi waktu,terjangkau dan memperhitungkan fisik lansia dan gerak fugsionalnya. Misalkan ada sarana jalan kaki yangnyaman dan aman di lingkungan tersebut.

Lingkungan yanga bersih dan sehat juga perlu diberikan pada lansia, agar membawa penaruh positif bagi kesehatan lansia. 

Lingkungan mental spiritual juga perlu agar menimbulkan suasana batin yang tenang,aman dan tentram.agar lansia terhindar dari kesehatan mental spiritual adalah tetap aktif, makan makanan sehat, rileks, partisipasi aktif, penerapan nilai keagamaan.

Lingkungan sosial budaya, ini menciptakan lansia yang memiliki peikiran bahwa mereka bertempat tinggal dan hidup berdampingan dengan orang lain, paham bahwa lingkungan soaial selalu berubah, menjadikan lansia yang aktif.

7. DIMENSI PROFESIONAL VOKASIONAL

Dalam pengembangan Vokasional Lansia, mereka diupayakan untuk mengembangkan ekonomi dan kewirausahaan, misalnya hobi melukis, memasak, atau sumber lainnya. Usaha konomi produktif bagi lansia bisa dilakukan di bidang pertanian,peternakan, tanaman,idustri kecil rumah tangga,kesenian atau dagang dan jasa buka warung,kios, maupun warung gizi sehat lansia.



Demikian7 Dimensi lansia tangguh yangbisa menciptakan lansia kita sehat, produktif, dinamis dan Sejahtera

Ditulis ulang oleh : Dra. Ida Swasanti (PKB Ahli Muda Kabupaten Bojonegoro)

Sumber : Materi Pendampingan Perawatan Jangka Panjang Bagi Lansia Prov. JawaTimur Tahun 2022 oleh Nur Hotimah Sub Koordinator BALAN BKKBN Perwakilan JawaTimur